Cara atau Metode Sobek Telur Ular Phyton Reticulatus


Tujuan dari saya menulis ini adalah untuk mendapatkan data dasar biologi reproduksi pada ular sanca (Python reticulatus) agar dapat digunakan sebagai pengetahuan dasar atau acuan pengetahuan dalam menangkarkan ular sanca. Selanjutnya dalam penulisan diuraikan pembahasan mengenai biologi reproduksi pada ular betina dan jantan antara lain siklus lemak, pematangan follikel, induksi perkawinan dan pengaruh faktor-faktor lingkungan. Ular sanca batik memiliki corak sisik yang merupakan perpaduan antara warna coklat, emas, hitam dan putih. Selama masa hidup ular sanca, panjang tubuhnya dapat mencapai 11 meter dan bobot badan mencapai 158 Kg. Ular sanca batik menyukai habitat hutan tropis, banyak ditemukan di dekat sungai. Ular sanca batik termasuk satwa ektotermik, sehingga untuk mencukupi kebutuhan panasnya, satwa ini harus mengambil panas dari lingkungan. Perilaku berjemur di bawah sinar matahari langsung yang biasa disebut basking adalah untuk mendapatkan panas. Satwa buruan ular sanca sangat bervariasi dari mamalia dan unggas / burung. Berbeda dengan ular-ular yang mampu membunuh mangsanya dengan bisa, ular sanca membelit untuk melumpuhkan mangsanya. Satwa yang dikategorikan dalam appendix II ini, banyak dimanfaatkan oleh manusia sebagai hewan peliharaan atau koleksi kebun binatang yang berguna dalam tujuan pendidikan masyarakat. Daging dan organ dalamnya dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Ular sanca betina memiliki sepasang ovarium dan oviduk sebagai saluran reproduksinya. Pada ular sanca jantan memiliki sepasang testes, tubuli seminiferi sebagai saluran reproduksinya dan sepasang hemipenis sebagai alat kopulasinya. Sedangkan kloaka, merupakan pintu dari tiga saluran (pencernaan, eksresi dan reproduksi). Sexing pada ular sanca batik dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu; pengamatan ukuran spurs, ketebalan ekor dan dengan probing. Dewasa kelamin pada ular sanca pada umur antara 2-4 tahun dengan panjang tubuh pada jantan 2,0-2,5 meter pada jantan dan 3,0 meter pada betina. Perilaku gelisah dan menolak makan merupakan gambaran ular betina yang sedang berahi / siap kawin. Adapun fase perilaku kawin pada ular antara lain fase pengejaran, fase pencarian ekor, fase penjajaran dan fase intromisi. Ular sanca bunting selama 4,5 bulan. Selama masa kebuntingan, induk ular akan mencari lokasi sarang yang cocok dan optimal untuk perkembangan telur-telurnya. Setelah meletakkan telur-telurnya, induk ular sanca akan mengeraminya. Terdapat korelasi positif antara pengaruh kebutuhan makanan dan bobot badan ular betina terhadap keberhasilan konsepsi setelah perkawinan, dimana ular betina yang kurang mendapatkan asupan makanan tidak dapat bereproduksi dan yang beruntung masih dapat bereproduksi walaupun hanya memiliki satu kali kesempatan mendapatkan musim yang baik dimana saat mangsa melimpah maka ular dapat menumpuk lemak dan kembali dapat bereproduksi. Energi yang tinggi diperlukan untuk ular betina bereproduksi. Energi tersebut digunakan untuk pematangan folikel, vitellogenesis, regulasi hormon, dan untuk menghangatkan lingkungan sarang pada saat mengerami telur-telurnya. Energi yang diperlukan didapatkan dari hasil metabolisme cadangan lemak yang dimilikinya dan dari asupan yang didapat sebelum masa perkawinan. Tiga hormon yang secara langsung mempengaruhi reproduksi pada ular yaitu progesteron, estradiol dan oksitosin. Betina yang telah siap kawin akan memberikan tanda-tanda dengan mensekresikan feromon. Feromon yang disekresikan oleh betina akan dapat dideteksi oleh jantan. Selama periode kebuntingan induk ular memerlukan suhu basking yang antara 19-31 0C. Di habitatnya, induk ular yang telah bunting akan memilih lokasi dengan mikrohabitat yang optimal bagi kebuntingan dan telur-telur yang dieraminya. Berbeda dengan keadaan di penangkaran, penangkar harus dapat memodifikasi kandang agar mirip habitatnya sehingga ular tetap dapat nyaman untuk berkembang biak. Jumlah telur yang dapat dihasilkan induk ular sanca batik di penangkaran dalam satu kali reproduksi antara 15-50 butir, ukurannya tergantung kapasitas induk dan jumlah telur yang akan dihasilkan. Semua induk ular sanca memberikan kehangatan / panas untuk telur-telurnya dengan cara mengeraminya, induk ular dapat menaikkan suhu eksternal sampai 5 0C dengan membuat gesekan dari kontraksi otot-otot perut. Suhu inkubasi telur antara 30 0C dan lama pengeraman 2,5 bulan. Diketahui jumlah, ukuran dan kemampuan untuk bertahan hidup anakan bergantung dari kondisi kesehatan, ukuran dari induk dan variasi ukuran dari telur-telur yang dihasilkan. Berbeda dengan betina, ular jantan tidak memerlukan batas ambang simpanan energi untuk memulai reproduksi, akan tetapi resiko kematian tetap ada. Selain itu, ada kemungkinan jantan yang tidak cukup suplai makanannya menyebabkan libidonya rendah sehingga tidak dapat melakukan proses perkawinan. Setelah dewasa kelamin setiap jantan akan siap mengawini betina reproduktif setiap waktunya, karena kesiapan jantan dalam reproduksi berdasarkan perkembangan organ kelaminnya / testis. Sehingga, sangat jarang frekuensi kesiapan betina untuk bereproduksi tidak diterima jantan. Faktor lingkungan dan kelainan / penyakit dapat mempengaruhi reproduksi dari ular sanca batik. Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi reproduksi ular sanca batik antara lain; suhu, cuaca, photoperiode, musim, kelembaban dan ketersediaan air. Terdapat beberapa kelainan yang dapat mengganggu reproduksi pada ular sanca batik. Kelainan reproduksi yang sering terjadi di penangkaran adalah distokia dan prolapsus hemipenis. Distokia adalah gangguan reproduksi pada betina berupa kesulitan dalam partus atau pengeluaran telur dari saluran reproduksi (oviduk). Umumnya di penangkaran penanganan kasus ini menggunakan preparat oksitosin, untuk merangsang kontraksi otot polos pada uterus. Prolapsus hemipenis adalah ketidakmampuan pejantan untuk menarik kembali salah satu atau keseluruhan dari hemipenisnya. Pada kasus ini, hemipenis akan dengan cepat terkontaminasi oleh kotoran-kotoran dari kandang sehingga dapat terinfeksi, atau rusak bahkan akhirnya dapat mengakibatkan mati. Tehnik pembedahan dipakai dalam penanganan kasus prolapsus hemipenis dikarenakan pembengkakkan. Sedangkan penanganan kasus prolapsus hemipenis dikarenakan ketidakmampuan Musculus retractor hemipenis untuk menarik kembali hemipenis berupa terapi pemberian preparat kalsium (Ca2+).

Komentar

Postingan Populer